Pendidikan dan Perkembangan Islam di Zaman Penjajahan Belanda -
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia memberi gambaran kepada kita
bahwa kontak pertama antara pengembangan agama Islam dan berbagai jenis
kebudayaan dan masyarakat di Indonesia, menunjukkan adanya semacam
akomodasi kultural. Di samping melalui perbenturan dalam dunia dagang,
sejarah juga menunjukkan bahwa penyebaran Islam kadang-kadang terjadi
pula dalam suatu relasi intelektual, ketika ilmu-ilmu dipertentangkan
atau dipertemukan, ataupun ketika kepercayaan pada dunia lama mennurun.
Oleh karena itu, kedatangan kaum kolonial Belanda berhasil menancapkan
kukunya di bumi Nusantara dengan misi gandanya, (imperialisme dan
Kristenisasi) sangat merusak dan menjungkirbalikkan tatanan yang sudah
ada.
Memang diakui bahwa Belanda cukup banyak mewarnai perjalanan sejarah
(Islam) di Indonesia. Cukup banyak peristiwa dan pengalaman yang dicatat
Belanda sejak awal kedatangannya di Indonesia, baik sebagai pedagang
perseorangan, ataupun ketika diorganisasikan dalam bentuk kongsi dagang
yang bernama VOC, atau juga sebagai aparat pemerintah yang berkuasa dan
menjajah.
Oleh sebab itu, wajar bila kehadiran mereka selalu mendapat tantangan
dan perlawanan dari penduduk pribumi, raja-raja dan tokoh-tokoh agama
setempat. Mereka menyadari bahwa untuk mempertahankan kekuasaannya di
Indonesia, mereka harus berusaha memahami dan mengerti seluk-beluk
penduduk pribumi yang dikuasainya. Mereka pun tahu bahwa penduduk yang
dijajahnya mayoritas beragama Islam.
Kedatangan bangsa Barat di satu pihak membawa dampak pada kemajuan
teknologi, kendati kemajuan tersebut tidak dinikmati penduduk pribumi.
Tujuannya hanyalah meningkatkan hasil penjajahannya. Begitu pula halnya
dengan pendidikan, mereka telah memperkenalkan sistem dan metodologi
baru, dan tentu saja lebih efektif, namun semua itu dilakukan sekadar
untuk menghasilkan tenaga-tenaga yang dapat membantu segala kepentingan
penjajah dengan imbalan yang murah sekali dibandingkan dengan jika
mereka harus mendatangkan tenaga dari Barat. Kenyataannya, Belanda
sebagai negara penjajah benar-benar mengeksploitasi dan mengeruk
keuntungan dari bumi Nusantara ini.
Apa yang mereka sebut pembaharuan pendidikan, tidak lain adalah
westernisasi dan Kristenisasi, yang kesemuanya dilakukan untuk
kepentingan Barat dan Nasrani. Dua motif inilah yang mewarnai
kebijaksanaan penjajahan Belanda di Indonesia yang berlangsung selama
3,5 abad.
K.H Zainuddin Zuhri menggambarkan bahwa rakyat Indonesia yang mayoritas
umat Islam tidak memandang orang-orang Barat tersebut, melainkan sebagai
penakluk dan penjajah. Dalam dada penjajah tersebut terdapat ajaran
dari politikus curang dan licik Machiavelli, yang antara lain
mengajarkan :
- Agama sangat diperlukan bagi pemerintah penjajah (kolonial);
- Agama tersebut dipakai untuk menjinakkan dan menaklukkan rakyat;
- Setiap aliran agama yang dianggap palsu oleh penduduk yang bersangkutan harus dimanfaatkan untuk memecah-belah dan mendorong mereka agar mencari bantuan kepada pemerintah;
- Janji dengan rakyat tak perlu ditepati jika merugikan;
- Tujuan dapat menghalalkan segala cara.
Demikianlah, Jan Pieter Zoon Coen (1587-1929) dengan meriah dan politik
Machiavelli-nya menduduki Jakarta yang dulu bernama Batavia. Namun,
orang-orang pribumi tidak tinggal diam. Meskipun Belanda baru
mengepakkan sayapnya sebagai kolonial, mereka sudah ditantang dan
dilawan oleh Sultan Agung Mataram yang dikenal dengan gelar Sultan
Abdurrahman Khalifatullah Sayidin Panotogama.
Politik yang dijalankan pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia
yang mayoritas beragama Islam sebenarnya didasari oleh adanya rasa
ketakutan, rasa panggilan agamanya yaitu Kristen dan rasa
kolonialismenya. Dengan begitu, mereka menerapkan berbagai peraturan dan
kebijakan, diantaranya (Pendidikan di Zaman Penjajahan Belanda):
- Pada tahun 1882 pemerintah Belanda membentuk suatu badan khusus yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan Islam yang mereka sebut Priesterraden. Dari nasehat badan inilah, pada tahun 1905, pemerintah Belanda mengeluarkan peraturan baru yang isinya menyatakan bahwa orang yang memberikan pengajaran atau pengajian agama Islam harus terlebih dahulu meminta izin kepada pemerintah Belanda.
- Tahun 1925 keluar lagi peraturan yang lebih ketat terhadap pendidikan agama Islam, yaitu bahwa tidak semua orang (kiai) boleh memberikan pelajaran mengaji, terkecuali telah mendapat semacam rekomendasi atau persetujuan pemerintah Belanda.
- Tahun 1932 keluar lagi peraturan yang isinya berupa kewenangan untuk memberantas dan menutup madrasah dan sekolah yang tidak ada izinnya atau memberikan pelajaran yang tidak disukai oleh pemerintah Belanda yang disebut Ordonansi Sekolah Liar (Wilde School Ordonantie).
Tidak hanya sampai disitu tindakan pemerintah Belanda. Berbagai usaha
lain juga mereka tempuh, dengan maksud menekan dan mematikan
kegiatan-kegiatan orang Islam. Hal ihwal tentang pribumi dan Islam di
Indonesia mereka pelajari dengan sebaik-baiknya secara mendalam. Di
negeri Belanda, ilmu khusus berkenaan dengan pribumi dan Islam di
Indonesia dikenal dengan nama Indologi.
Sebelum tahun 1900, kita mengenal pendidikan Islam secara perseorangan,
melalui rumah tangga dan surau/langgar atau masjid. Pendidikan secara
perseorangan dan rumahtangga itu lebih mengutamakan pelajaran praktis,
misalnya tentang ketuhanan, keimanan, dan masalah-masalah yang
berhubungan dengan ibadah. Belum ada pemisahan mata pelajaran tertentu
dan pelajaran yang diberikan pun brlum sistematis.
Pendidikan Islam pada masa ini bercirikan hal-hal sebagai berikut:
- Pelajaran diberikan satu demi satu;
- Pelajaran ilmu sharaf didahulukan dari ilmu nahwu;
- Buku pelajaran pada mulanya dikarang oleh ulama Indonesia dan diterjemahkan ke dalam bahasa daerah setempat;
- Kitab yang diguanakan umumnya ditulis tangan;
- Pelajaran suatu ilmu hanya diajarkan dalam satu macam buku saja;
- Toko buku belum ada, yang ada hanyalah menyalin buku dengan tulisan tangan;
- Karena terbatasnya bacaan, materi ilmu agama sangat sedikit;
- Belum lahir aliran baru dalam Islam (M.Yunus, 1985:62).
Lembaga-lembaga pendidikan Islam sebelum tahun 1900 masih relatif
sedikit dan berlangsung secara sederhana. Setelah itu, dalam priode yang
disebut peralihan ini telah banyak berdiri tempat pendidikan Islam
terkenal di Sumatera, seperti Surau Parabek Bukit Tinggi (1908) yang
didirikan oleh Syekh H. Ibrahim Parabek dan di Pulau Jawa seperti
Pesantren Tebuireng, namun sistem madrasah belum dikenal.
Adapun pelajaran agama Islam pada masa peralihan ini bercirikan hal-hal sebagai berikut - Pendidikan dan Perkembangan Islam di Zaman Penjajahan Belanda:
1. Pelajaran untuk dua sampai enam ilmu dihimpun secara sekaligus;
2. Pelajaran ilmu nahwu didahulukan atau disamakan dengan ilmu sharaf;
3. Semua buku pelajaran merupakan karangan ulama Islam kuno dan dalam bahasa Arab;
4. Semua buku dicetak;
5. Suatu ilmu diajarkan dari beberapa macam buku; rendah, menengah, tinggi.
6. Telah ada toko buku yang memesan buku-buku dari Mesir atau Mekah.
7. Ilmu agam telah berkembang luas berkat banyaknya buku bacaan.
8. Aliran baru dalam Islam seperti yang dibawa oleh majalah al-Manar di Mesir mulai lahir.
Pada waktu itu kebijakan pemerintah kolonial Belanda terhadap pendidikan
Islam Indonesia sangat ketat. Di samping itu, juga pemerintah kolonial
gencar mempropagandakan pendidikan yang mereka kelola, yaitu pendidikan
yang membedakan antara golongan priyayi atau pejabat bahkan yang
beragama Kristen.
Foto: Sekolah Lagere School di Jawa 1920/kitlv.nl
Gaung isu nasionalisme merambah ke mana-mana. Ini berkat tampilnya Budi
Utomo pada tahun 1908, yang menyadarkan bangsa Indonesia, bahwa
perjuangan bangsa Indonesia yang selama ini hanya mengandalkan kekuatan
dan kedaerahan tanpa memperhatikan persatuan, sulit untuk mencapai
keberhasilan. Karena itulah, sejak tahun 1908 timbul kesadaran baru dari
bangsa Indonesia untuk memperkuat persatuan.
Sistem madrasah baru dikenal pada permulaan abad ke-20. Sistem ini membawa pembaharuan, antara lain :
1. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan menjadi klasikal.
2. Pengajaran pengetahuan umum di samping pengetahuan agama dan bahasa Arab.
Pendidikan ISLAM ZAMAN PENJAJAHAN BELANDA
4/
5
Oleh
Unknown